Rabu, 04 Juni 2014

Incarnation 4

Sebelumnya, aku ingin bercerita dulu. Di kehidupanku 2 abad lalu aku dan Reva selalu bersama. Benar, di kehidupan sebelumnya aku selalu berhubungan dengan Reva.

Di kehidupanku yang sekarang memang bertemu dengan Reva namun dengan bentuk, Dimas. Aku adalah jiwa lama, tentu saja. Aku juga reinkarnasi.

Dimas mungkin lupa dan tidak tertarik dalam hal seperti ini. Tapi, aku ingat. Reva menyakitiku 2 abad lalu, sama seperti di kehidupan-kehidupan sebelumnya. Jadi, Dimas mungkin akan melakukannya juga.

Aku menyayangi Dimas. Tetapi aku harus menjauhinya, bukan? Itulah misiku. Misi yang tak pernah selesai oleh jiwaku. Itulah mengapa aku masih nongkrong-nongkrong di dunia ini

~ Keisha Aradhea
17 Agustus 2003

Selasa, 03 Juni 2014

Incarnation 3

Dentingan terakhir lagu 'Moonlight sonata -Beethoven'  meninggalkan jejak bagi siapapu yang mendengar permainan Dimas. Mama Dimas menyonsongnya.

"Dimas! Mom sangat bangga padamu" Dimas tersenyum kecil.
"Itu sih kecil. Dimas, dad mau kau bermain lebih bagus lagi" ujar ayah Dimas. Dimas terdiam, merenungkan apa yang sebenarnya diinginkan ayahnya. Dari kecil, Dimas selalu disuruh memenuhi target. Peringkat pertama, siswa terbaik, beasiswa, bermain musik, semuanya! Dimas menghela nafas.
"Baiklah"

Dulu, dia lelah dengan keluarganya, keharusannya memenuhi target, semuanya. Dimas kira hidupnya akan terus begini, muram. Sampai akhirnya, Dimas mengenal Kei.

~
Kei ingin lepas dari bayang-bayang Reva. Dia tidak bisa menjauhi Dimas, Kei sangat menyayangi Dimas. Tapi bagaimana caranya menyayangi seseorang jika dia pernah tersakiti oleh roh yang sama? Dimas mungkin lupa, tapi Kei tidak.

Melihat muka Dimas hanya membuatnya membuka luka lama sampai kering, tapi masih berbekas. Kei terlalu takut untuk jatuh cinta, Kei takut jatuh ke lubang yang sama. Tidak, dia tidak serapuh ini tentu saja. Ironisnya, di mata Kei, Dimas sudah mati, seperti Revanza.

Teman-teman sekampus nya sering meledek Kei karena seleranya yang jadul, buku bacaan berat, hal-hal semacam itu. Tapi Kei tidak peduli, selama itu membuatnya nyaman. Namun, entah kenapa dia tidak bisa konsep itu mendasari masalahnya sekarang. 'tahu tidak? aku berpacaran dengan cowok yang harusnya sudah mati' Kei tidak mau itu terjadi, walaupun itu membuatnya nyaman.

Incarnation 2

16 Agustus 2003 20.00 WIB.

Kei terkesiap saat pintu rumahnya diketuk. Siapa sih yang berani datang malam-malam,rutuknya. Tak lama kemudian Kei membuka pintunya.

"Dimas?" tanya Kei, pelan.
"Gue pulang" sambut Dimas. Namun, Kei hanya menatapnya degan tatapan err.. sedih? Suasana menjadi canggung sesaat.
"Sorry, masuk gih! lo mau minum apa?" Kei bertanya dengan nadanya yang biasa. Dia berharap agar Dimas tersenyum hangat dan masuk kedalam rumahnya. Tapi, Dimas hanya berdiri disitu lalu berkata dengan dingin.
"Ada apa?"
"Gak papa emang kenapa?"
"Keisha, lo tau sendiri lo gak bisa boongin gue" Kei menatapnya dengan panik. Kalau Dimas sudah memanggilnya dengan nama lengkap itu bahaya. Kei menggeleng dan menarik Dimas masuk.

"Kenapa lo dateng malem malem gini?" tanya Kei to the point.  Dimas tersenyum.
"Mau ketemu lo aja"
"Dimas? Sorry gue capek. Boleh pulang?"
"Eh? Oke gue pulang"

Di kamar, Kei termenung. Setelah segala pelajaran spritual, harusnya Kei sudah tau jawabannya.

Dimas, adalah reinkarnasi dari Revanza.

Incarnation 1

15 Agustus 2003
Dimas menatap sendu layar ponselnya. Terpampang foto seorang perempuan cantik disana.
"Aku kangen kamu Kei" desah Dimas. Dimas adalah seorang pianist terkenal, tampan, dan sangat baik. Tak heran, jika para wanita mengejar-ngejarnya.

Besok, Dimas akan pulang ke bogor. Bertemu dengan Kei dan keajaiban di kota itu, dia tersenyum mengingatnya.

~
16 Agustus 2003

Di pojok kamar itu, Kei menangis sesenggukan. Dia menatap foto seorang pemuda dengan nanar. Kei mengerti sekarang, kenapa Dimas begitu famillier, kenapa dia mengingat orang itu saat bertemu Dimas, semuanya jelas sekarang. Kei menatap tulisan di belakang foto itu.

Revanza
19 Juli 1800 - 19 Juni 1817

Revanza. Laki-laki yang dulunya pujaan hati Kei, meninggal di usia 17 tahun, dan membawa setengah dari hidup Kei bersamanya. Kei merasa hidupnya sudah berakhir dengan kepergian Reva, sebelum dia bertemu Dimas. Tawa Dimas, senyum Dimas semuanya membuat Kei merasa hidup lagi. Dimas membuat Kei melupakkan Reva. Tapi satu hal yang mengganggunya adalah...

Wajah Dimas dan Reva, sama persis..

Senin, 02 Juni 2014

Incarnation

Dimas menghempaskan dirinya ke sofa. Tangannya dengan lihai mengetik nomor telfon seseorang.

"Hai Dimas!" seru sebuah suara di seberang sana.
"Hai, Sha! Apa kabar?" sapa Dimas. Dia sangat merindukan sobat nya yang satu ini.
"Baik-baik aja, lo gimana? Seru gak di jakarta? Macet kan? Panas lagi" sembur Keisha.
"Seru kok, gue ada show lagi besok! Kei, udah dulu ya mama suruh aku latihan"
"Ok"
"Byee"
"Bye" tutup Keisha.

~
Keisha terdiam. Menikmati seluruh keheningan ini. Dimas, aku kangen kamu, batinnya.

Dia bertemu dengan Dimas di sebuah ajang pencarian bakat. Saat itu, Kei sedang gugup setengah mati. Dia mencomot satu persatu kue coklat dengan lahap untuk mengurangi rasa gugupnya.

"Hei kalau seperti itu kue nya habis oleh kau sendiri, hahaha" ujar seseorang saat itu.
"Kamu hidup" decak Kei kagum. Lelaki mendelik ke arahnya dan tertawa. Dia benar-benar hidup. Kei merasa hangat, tenteram. Mata coklat lelaki itu menatap matanya, bibirnya menahan senyum.
" Uh, aku tidak suka caramu mengatakan 'kamu hidup' tapi aku suka kamu, kamu unik" kata nya, pelan. Kei merasakan pipinya merona, saat dia menyadari sesuatu. Sesuatu yang membuat dirinya kosong dan tidak  pernah benar-benar tau definisi hidup. Kei mengeyahkan pikiran itu. Karena dia tau, dia mencintainya, sejak pandangan pertama. Sebelum, mengatakan apapun, nama laki-laki itu dipanggil.

"Doakan aku" ujarnya. Kei mengangguk.

Kei bahkan, belum mengetahui namanya.